Kupang – Pos Pemantau Gunung Ile Lewotolok di Kabupaten Lembata Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melaporkan, telah terjadi erupsi gunung tersebut dengan ketinggian abu mencapai 1.000 meter di atas puncak gunung.
“Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat,” kata Kepala Pos Pemantau Gunung Ile Lewotolok Stanis Arakian di Lembata Kupang, Jumat 17 Juni 2022.
Menurutmya, erupsi tersebut terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 33 milimeter, dan dengan durasi kurang lebih 48 detik.
Letusan yang terjadi akibat erupsi tersebut disertai dengan suara gemuruh meski lemah.
Letusan yang terjadi katanya, akibat pemanasan lava dari dalam kawah, sehingga memicu Gunung Ile Lewotolok terus mengalami erupsi.
Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi secara menyeluruh pada 8 Juni 2022, tingkat aktivitas gunung api Ile Lewotolok masih berada pada Level III.
Atau berstatus siaga dengan rekomendasi baru yang disesuaikan dengan potensi ancaman bahaya terkini.
Dalam tingkat aktivitas Level III masyarakat di sekitar gunung Ile Lewotolok maupun pengunjung, pendaki atau wisatawan diminta tidak melakukan aktivitas dalam radius 3 km dari puncak.
Kemudian radius 3,5 km untuk sektor tenggara, radius 4 km untuk sektor timur dan timur laut.
Masyarakat Desa Lamawolo, Lamatokan dan Desa Jontona diminta untuk waspada potensi ancaman guguran lava pijar dan awan panas dari bagian timur puncak atau kawah gunung itu.
Ia mengatakan, beberapa hari terakhir terjadi hujan yang lebat dan intensitas yang cukup banyak di beberapa lokasi di daerah tersebut.
“Masyarakat yang bermukim di sekitar aliran sungai yang berhulu di puncak gunung itu agar mewaspadai potensi ancaman bahaya lahar, terutama di saat musim hujan,” kata dilansir Antara.
Pemda setempat katanya, kini sudah mengantisipasi dengan memberitahukan kepada warga sekitar agar mewaspadai erupsi yang terus terjadi.
“Dengan terus erupsi gunung itu mengakibatkan terjadinya penumpukan material di mulut kawah. Dikhawatirkan, jika penuh akan menimbulkan longsor material gunung,” demikian Stanis Arakian. ***
Discussion about this post