Jakarta – Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf) Angela Tanoesoedibjo menyatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 sebagai regulasi, yang menjadi terobosan untuk memperkuat sektor ekonomi kreatif di Tanah Air.
Menurut Angela, PP yang telah disahkan oleh Presiden Jokowi pada 12 Juli 2022 itu, merupakan suatu terobosan yang menjadi bentuk keberpihakan pemerintah bagi pelaku ekraf di Tanah Air.
Bentuk terobosan yang dicantumkan dalam PP itu, yakni pelaku ekraf bisa mengajukan karyanya yang telah terdaftar hak kekayaan intelektualnya, sebagai jaminan pinjaman ke instansi keuangan.
“Kehadiran PP ini tentunya merupakan jawaban dan bentuk kehadiran pemerintah untuk para pelaku ekonomi kreatif,” kata Angela dalam keterangan tertulisnya, Rabu 3 Agustus 2022.
Utamanya dari segi akses pembiayaan berbasis KI, pemasaran berbasis KI, infrastruktur ekraf, insentif bagi pelaku ekraf, peran tanggung jawab pemerintah dan pemda dan masyarakat serta penyelesaian sengketa pembiayaan.
Angela menjelaskan, sektor ekraf di Indonesia berkontribusi cukup besar dalam perolehan produk domestik bruto (PDB) ekonomi nasional.
Diketahui, saat ini ekonomi kreatif Indonesia berada di posisi ketiga setelah Amerika dan Korea Selatan dengan nilai Rp 1.191 triliun.
“Sektor ini juga menyerap tenaga kerja lebih dari 18 juta orang, dan mencatatkan realisasi nilai ekspor hingga 23,9 miliar dolar AS pada 2021,” katanya.
Selain itu, Indonesia memiliki bonus demografi dengan modal kreativitas yang tinggi. Hal itu menjadi keunggulan bagi sektor ekraf di Tanah Air.
“Hal tersebut perlu kita dukung dengan ekosistem yang semakin inklusif dan berkelanjutan,” tegas Angela.
Meski demikian, masih banyak hal detail dan mekanisme yang perlu dijelaskan lebih lanjut. Oleh karena itu ia menyebut, ada sembilan hal yang perlu dikoordinasikan dan ditindaklanjuti lebih lanjut.
Kesembilan poin tersebut adalah :
1.Penyiapan platform pendaftaran penilai KI;
2. Penyiapan sistem pencatatan fasilitas pembiayaan pelaku ekonomi kreatif;
3. Pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) pembiayaan dan pemasaran di Kemenparekraf/Baparekraf;
4. Mendorong penyediaan akses data atas KI yang dijadikan sebagai objek jaminan;
5. Menyusun dan mendorong regulasi terkait di sektor jasa keuangan;
6. Mendorong perwujudan insentif fiskal dan non fiskal bagi pelaku ekraf.
7. Memfasilitasi peningkatan kompetensi profesi penilai KI agar mampu melakukan penilaian KI;
8. Menyiapkan integrasi sistem elektronik antar Kementerian/Lembaga untuk mendukung pembiayaan dan pemasaran berbasis KI;
9. Fasilitasi sistem pemasaran berbasis KI.
Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf Nia Niscaya mengatakan, dalam pelaksanaannya pihak lembaga keuangan akan memberikan pinjaman menggunakan KI sebagai objek jaminan utang.
Hal itu dilakukan dalam bentuk jaminan fidusia atas KI, kontrak dalam kegiatan ekonomi kreatif serta hak tagih dalam kegiatan ekonomi kreatif.
“Lalu akan ada tim penilai dari lembaga keuangan bank atau nonbank yang akan menilai KI yang dijaminkan oleh pelaku ekonomi kreatif,” kata Nia.
Ke depan Nia berharap, lewat rancangan dan pengembangan skema pembiayaan berbasis KI serta sistem pemasaran produk ekonomi kreatif berbasis KI, dapat memberikan stimulus bagi pengembangan ekosistem ekonomi kreatif di Indonesia.
Sementara itu Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Odo Manuhutu berpesan, Kemenparekraf agar menampung saran dan keluhan dari pelaku ekraf terkait pemberlakuan PP itu.
Selain itu fokus mengkoordinasikan tiga dari sembilan poin yang perlu ditindaklanjuti dalam satu tahun ke depan.
“Kita juga perlu membangun sistem yang efisien transparan dan efektif, sehingga memberikan kepastian bagi industri terhadap apa yang akan kita lakukan ke depan,” katanya. ***
Discussion about this post