Jakarta – Direktur Utama (Dirut) Pertamina, Nicke Widyawati selesai menjalani pemeriksaan penyidik KPK. Nicke diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di Pertamina.
Pantauan detikcom di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (26/10/2023),
Nicke tampak keluar dari gedung KPK Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, sekitar pukul 15.19 WIB.
Ia pun tidak mau banyak bicara saat meninggalkan gedung KPK. “Alhamdulillah (pemeriksaan) lancar,” singkatnya meninggalkan gedung KPK.
Nicke tidak menanggapi pertanyaan wartawan terkait berapa pertanyaan yang diajukan penyidik kepadanya. Ia juga tidak merespons saat ditanya soal materi pemeriksaan.
Sebelumnya Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, pemeriksaan dilakukan hari ini. Pemeriksaan dilakukan di gedung Merah Putih KPK.
Nicke diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi terkait pengadaan LNG di PT PTMN pada 2011-2021. Kasus itu menjerat eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan, sebagai tersangka.
“Penyidikan perkara dugaan korupsi terkait pengadaan LNG di PT Pertamina tahun 2011-2021 itu, dengan tersangka GKK (Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan),” katanya.
Selain Nicke Widyawati, KPK juga memanggil sejumlah saksi lainnya. Yakni asisten ahli UKP-PPP Agung Wicaksono, dan pegawai SKK Migas Rayendra Sidik
Ketua KPK Firli Bahuri sebelumnya mengatakan, kasus itu diawali dari rencana pengadaan LNG yang dilakukan oleh Pertamina pada 2012.
Wacana tersebut dipilih pada saat itu sebagai upaya untuk mengatasi defisit gas di Indonesia.
Eks Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan, lalu menjalin kerja sama dengan sejumlah produsen dan supplier LNG di luar negeri.
Salah satu perusahaan yang ditunjuk yakni Corpus Christi Liquefacition (CCL) LLC Amerika Serikat.
Penunjukan kerja sama dengan CCL itu dinilai bermasalah. KPK menduga, keputusan yang diambil Karen saat itu sepihak tanpa ada kajian yang utuh.
Kebijakan yang diambil Karen lalu mengakibatkan kerugian negara. Berupa LNG yang telah dibeli dari CCL LLC AS tidak terserap di pasar domestik hingga menjadi oversupply.
Kasus tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai sekitar Rp 2,1 triliun. ***
Discussion about this post